Senin, 12 Desember 2011


 ULANGAN SEMESTER LANDASAN ILMIAH PENDIDIKAN
Dosen Pengampuh DR.Sahat Siagian, M.Pd & Mursid, M.Pd
1.    Krisis multi dimensi yang melanda bangsa Indonesia telah diobati oleh Reformasi, akan tetapi reformasi masih di anggap jauh dari harapan. Masalah KKN yang merajalela dimana-mana bahkan di dalam Departemen Pendidikan Nasional adalah salah satu masalah yang harus diatasi. Bangsa Indonesia sekarang ini telah di huni oleh orang-orang yang ber-intelektual tinggi, akan tetapi sebaliknya di Indonesia juga di huni oleh orang yang tidak bermoral dan mementingkan diri sendiri, dan di bangsa Indonesia telah terjadi dekadensi moral. Hal ini terbukti dengan terdaftarnya Indonesia sebagai negara terkorup di dunia dan negara terkorup pertama di Asia. Pendidikan telah dianggap gagal menciptakan manusia Indonesia yang berkarakter. Pendidikan merupakan satu-satunya cara untuk menciptakan pemimpin di masa mendatang yang benar-benar peduli akan nasib bangsa Indonesia.
Pendidik (Guru) merupakan komponen vital dan fundamental dalam proses pendidikan, yang mengedepankan proses pematangan kejiwaan, pola pikir dan pembentukan serta pengembangan karakter (character building) bangsa untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Keberadaan dan peran pendidik dalam proses pembelajaran tidak dapat digantikan oleh siapapun dan apapun. Pendidik yang handal, profesional dan berdaya saing tinggi, serta memiliki karakter yang kuat dan cerdas merupakan modal dasar  dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas yang mampu mencetak sumberdaya manusia yang berkarakter, cerdas dan bermoral tinggi.
Sumberdaya manusia yang demikianlah yang sebenarnya diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara–negara lain dan dapat berperan serta aktif dalam perkembangan dunia di era global dan bebas hampir tanpa batas ini. Pendidikan yang ditangani oleh guru yang berkarakter akan melahirkan generasi yang berkarakter di mana guru sebagai sentral pengamatan dan teladan bagi siswa didiknya. Karakter yang diperlihatkan dan diajarkan oleh guru akan tertanam di dalam memori siswa dan akan menjadi master watak dan perilaku dalam menjalani kehidupannya kelak. Oleh sebab itulah maka guru berkarakter salah dibutuhkan oleh bangsa Indonesia.

Cara menjadi guru yang berkarakter antara lain:
a.       Be Responsible, artinya guru yang berkarakter harus bertanggung jawab 100% terhadap apapun yang terjadi dalam hidup dan pekerjaannya. Telunjuknya selalu mengarah ke dalam dirinya dan tidak keluar (orang lain) yang salah.
b.      Orientasi pada  Action dengan dilandasi pada pertanyaan What (apa) dan How (bagaimana) seperti what can I do (apa yang dapat aku lakukan)? dan How can I do it (bagaimana aku melakukan itu)? bukan why? when? atau who? yang terkesan alasan dan menyalahkan orang lain.
c.       Memperpendek waktu apa yang kita tahu dengan apa yang kita kerjakan. Terkadang banyak pengetahuan telah kita dapatkan namun jarang kita terapkan atau baru kita terapkan kalau kita telah tersadar seperti, kita tahu bahwa berolah raga sangat penting bagi tubuh untuk sehat tapi pengetahuan itu kita tidak lakukan mungkin karena kesibukan rutinitas kita dan kita menyadari itu kalau kita sakit atau baru sadar pentingnya kesehatan dan berolahraga.
d.      Lakukan hal-hal yang penting dan hindari hal-hal yang tidak penting. Terkadang agak sulit membedakan apakah suatu hal itu penting atau tidak penting, untuk itu harus mengacu pada program gagasan yang akan laksanakan.
e.       Perbanyak menggunakan Pengaruh (Influence) dibandingkan menggunakan Kekuatan (Power).  Pengaruh umumnya menggunakan alasan rasional dan pendekatan interpersonal  sedangkan kekuatan menggunakan ancaman, pemaksaan dan sogokan.
f.       Ubahlah paradigma. Kekuatan dari paradigma mengacu pada SEE ==> DO ==> GET.
g.      Becoming Role Model  (Menjadi Suritauladan). Umumnya orang melihat bukan apa yang dikatakan tetapi apa yang dikerjakan atau kesesuaian antara perkataan dan perbuatan.
2.        Peranan guru sebagai agent of change.
Peran guru era saat ini tentu saja lebih kompleks daripada yang kita perkirakan. Kompleksitas itu ditunjukkan, misalnya, bagaimana seorang guru mesti merespon beragam kebutuhan anak didik yang berubah, perkembangan teknologi yang demikian cepat merambah dan mengisi dalam dunia kerja, atau tuntutan meraih keunggulan dari masyarakat saat ini, serta perubahan konstruksi sosial di dalam masyarakat dan ledakan globalisasi yang menggurita.
Peranan guru salah satunya adalah tanggung jawab moral nya sebagai pendidik. Sejak menjatuhkan “pilihan” sebagai guru, sejatinya seorang guru terikat kontrak menjadi seorang agen perubahan. Peran itu terjadi pada titik perjumpaan antara sang guru dengan anak didik di sekolah. Guru memiliki andil demikian besar dalam menentukan dan membuat perbedaan kepada anak didiknya. Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa baik atau buruk, hitam atau putihnya “gambaran” anak didik di masa depan sangat ditentukan oleh peran masa kini sang guru di sekolah. Sekolah merupakan satu-satunya institusi sosial yang secara khusus dan terorganisir mengembangkan anak didik memperoleh pemahaman dan keterampilan perihal kebenaran, keindahan, dan keadilan.
Itulah mengapa, sekolah dan guru di dalamnya diharapkan mengembangkan dan memperbaharui diri terus menerus agar mampu mengimbangi gerak cepat perubahan dalam diri anak didik dan kebutuhan masyarakat. Seorang guru yang memilih status quo, akan kehilangan peran momentumnya sebagai agen perubahan. Ia akan menjadi “korban” perubahan kurikulum yang tak kunjung henti di sekolah, sementara ia tak akan pernah memahami esensi pengajaran yang dijalankan.
Guru diharapkan mampu memainkan peran membawa perubahan-perubahan positif bagi anak didik dan sekolahnya. Peran itu setidaknya dijalankan dalam konteks kurikulum, di mana guru menjalankan kurikulum dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum dalam interaksi bersama anak didik di kelas. Lebih luas dari itu, seorang guru juga diteladani oleh anak didiknya dalam kaitan dengan kebiasaan pribadi yang dilakukannya.
Dalam perannya sebagai seorang agen perubahan, seorang guru setidaknya perlu memiliki karakteristik dan watak dasar yang selaras dengan hal tersebut.  Ada empat kemampuan dasar  minimal yang harus melekat dalam diri seorang guru sebagai agen perubahan. Keempat watak atau kapasitas dasar itu meliputi pengembangan visi pribadi, inkuiri, penguasaan, dan kolaborasi.
 
3.        Peranan Negara Dalam Landasa Ilmiah Pendidikan
Setiap negara mempunyai landasan ilmiah dalam pendikan. Di Indonesia landasan ilmiah ilmu pendidikan mencakup landasan hukum, filsafat, sejarah, budaya, psikologi, ekonomi, dan profesionalisasi pendidik. Peranan Negara Indonesia di Indonesia dalam landasan ilmiah ilmu pendidikan adalah menentukan garis-garis besar yang harus dijadikan pedoman di setiap program pendidikan. Dalam menentukan landasan Ilmiah ilmu pendidikan disesuaikan dengan tujuan pendidikan di Indonesia. Tujuan pendidikan di Indonesia adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang Pancasilais yang dimotori oleh pengembangan afeksi seperti sikap suka belajar, tahu cara belajar, rasa percaya diri, mencintai prestasi tinggi, punya etos kerja, kreatif dan produktif, serta puas akan sukses yang dicapai.

4.        Perbedaan landasan ilmu pendidikan pada masa kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan reformasi.
Pada masa orde lama landasan ilmiah pendidikan hanya di fokuskan untuk tujuan menciptakan masyarakat Indonesia yang memiliki semangat kemerdekaan, karena pada masa itu terjadi agresi militer dan pergolakan kemerdekaan di beberapa daerah. Dapat disimpulkan pendidikan diarahkan untuk: perjuangan yang bersifat nasional, persatuan dan kesatuan bangsa, demokratisasi dalam bidang pendidikan, bahasa Indonesia diberlakukan di seluruh nusantara, dan meningkatkan kebudayaan nasional.
Pada masa orde baru tidak jauh beda dengan orde lama. Pemerintahan orde baru belum mempunyai sifat politik yang kuat untuk memperbaiki pendidikan. Begitu sulit mencari pemikir yang mampu memberikan perbaikan konsep-konsep pendidikan yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan para birokrat yang berkuasa.
Pada masa reformasi setelah runtuhnya orde baru, terjadi teriakan perubahan oleh pemerhati pendidikan. Akan tetapi semakin banyaknya ide-ide tanpa disertai program yang nyata untuk memperbaharui keterpurukan pendidikan. Tahun 2003 dilahirkan UU SIKDIKNAS, salah satu amanatnya adalah perbaikan sektor pendidikan dan mengalokasikan APBN sebanyak 20%. Tetapi hingga saat ini pendidikan yang satu-satunya jalan untuk mempeharui keterpurukan bangsa Indonesia masih jauh dari harapan. Sekalipun berbagai cara telah diupayakan pemerintahan era reformasi, tetapi landasannya belum jelas. Sehingga dapat dikatakan pemerintah sekarang ini belum menggunakan kekuatan politiknya untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengadakan sertifikasi guru dan dosen, penghayatan pendidikan berkarakter dengan harapan kedua program ini dapat mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dari negara-negara yang ada di dunia.

 5.        Pentingnya landasan psikologi pendidikan dalam pengembangan teknologi pendidikan adalah:
Aplikasi psikologi pendidikan dalam teknologi pendidikan adalah yang menyangkut dengan aspek-aspek perilaku dalam lingkup belajar mengajar. Secara psikologis, manusia adalah mahluk individual namun juga sebagai mahluk social dengan kata lain manusia itu sebagai mahluk yang unik. Maka dari itu kajian psikologi pendidikan dalam teknologi pendidikan seharusnya memperhatikan keunikan yang dimiliki setiap individu baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaan dan karakteristik-karakteristik individu lainnya, dan strategi belajar seperti ini terdapat dalam kajian teknologi pendidikan.
Di dalam teknologi pendidikan diajarkan tentang berbagai teori seperti bahavioristik dan kognitif. Behavioristik sendiri untuk mengetahui sejauh mana respon atau rangsangan yang di alami oleh objek. Maka daripada itu rangsangan awal tidak boleh hilang, dan harus diteruskan hingga membuat objek merespon. Untuk merangsang agar si objek mau belajar, maka dibutuhkanlah ilmu psikologi pendidikan. Begitu juga dengan teori kognitif, kita dapat mengetahui keadaan psikis si objek, perasaan objek yang mempengaruhi bagaimana dan apa yang dipelajari. Karena pada dasarnya, teori kognitif lebih memfokuskan pada proses belajar untuk mengerti dunia yang membutuhkan psikologi yang kuat.
Psikologi pendidikan dan teknologi pendidikan sangat erat karena dalam membuat strategi belajar dan untuk mengetahui tehnik belajar yang baik maka terlebih dahulu kita harus mengerti ilmu jiwa, dalam hal ini adalah psikologi pendidikan.

 6.        Kebingungan pendidikan di Indonesia adalah kebingungan politik, karena pada saat ini pemerintah belum dapat menetukan arah pendidikan yang sesuai dengan globalisasi. Salah satu cara yang dilakukan adalah penghayatan kembali UUD 1945 dimana dalam alinea ke IV tercantum bahwa salah satu tujuan Negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu adalah kembalinya P4 diajarkan di lembaga pendidikan mulai dari SD-Perguruan Tinggi, karena penyebab ketertinggalan Indonesia adalah terjadinya dekadensi moral, bukan karena tidak adanya kaum intelektual. Sebenarnya tujuan pendidikan nasional sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tentang Standar Nasional Pendidikan beserta peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pendidikan. UURI No.20 Tahun 2003, tujuan pendidikan nasional berupaya untuk dapat berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang: Beriman dan kertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berahlak Mulia, Sehat, Berilmu, Cakap, Kreatif, Mandiri, Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan-pendidikan di Indonesia, baik tujuan-tujuan sekolah, perguruan tinggi, maupun tujuan nasional sudah mencakup ketiga ranah perkembangan manusia, seperti tertulis dalam teori-teori pendidikan, yaitu perkembangan afektif, kognitif, dan psikomotor. Dengan kembalinya ke pada tujuan UUD dan Pancasila maka pendidikan di Indonesia akan semakin maju.

7.             Peran landasan keilmuan dalam persoalan pendidikan. Salah satu peranan seorang pendidik adalah dengan pengembangan keilmuan dalam dirinya sendiri. Sebab konsep-konsep pendidikan itu tidak selalu pas digunakan dilapangan. Seorang pendidik harus mencari suatu strategi, pendekatan, atau siasat baru untuk mencapai cita-citanya. Strategi, pendekatan, siasat atau taktik ini harus diciptakan sendiri oleh pendidik berdasarkan pengetahuan, logika, dan pengalamannya atau sering di sebut kiat. Setiap pendidik pada umumnya memiliki kiat sendiri, yang sudah tentu tidak sama dengan yang lainnya, dan sebab itu kiat ini sering di sebut seni mendidik. Seni mendidik ini bukanlah milik khusus teori umum pendidikan, melainkan juga milik pendidikan secara umum dan milik ilmu pendidikan. Dengan pengembangan seni mendidik maka peranan pendidik akan mempunyai kontribusi yang besar perkembangan pendidikan di Indonesia.
Selain itu, pengembangan ilmu pendidikan sebagai landasan pendidikan harus terus di kembangkan melalui penelitian-penelitian dan pengalaman pendidik. Pendidikan dapat dikatakan sebagai ilmu karena telah memenuhi syarat sebagai ilmu, syarat ilmu antara lain; memiliki objek, punya metode, sistematis, punya tujuan sendiri. Oleh sebab itu peran keilmuan dalam pendidikan adalah melakukan penelitian-penelitian demi pengembangan pendidikan di masa depan.

8.        Peningkatan anggaran pendidikan hanyalah salah satu factor untuk memperbaiki sector pendidikan di Indenesia. Anggaran pendidikan dimaksudkan untuk mempebaiki sistem pendidikan, akan tetapi 20% APBN/APBD tanpa program yang jelas hanya akan menghambur-hamburkan uang negara. Selama ini yang menjadi masalah pendidikan adalah rendahnya kualitas guru di Indonesia, hal ini disebabkan karena kualitas SDM guru rendah. Ada anggapan selama ini bahwa guru hanyalah sebagai tempat persinggahan untuk menanti pekerjaan yang lebih baik, sehingga pemerintah memunculkan sertifikasi guru dengan harapan meningkatkan profesionalitas dan martabat guru. Rendahnya mutu pendidikan bukanlah semata-mata karena fasilitas yang tidak  memadai, tetapi karena PBM yang tidak menyentuh aspek kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik. Fasilitas memang sangat menentukan tetapi bukan segalanya. Selain itu adanya anggapan bahwa dengan mahalnya biaya pendidikan adalah jaminan kualitas pendidikan, sehingga tidak jarang sekolah swasta dan negeri berlomba-lomba menaikkan biaya pendidikan. Anggapan ini adalah salah, masalah utama pendidikan di Indonesia adalah di dalam PBM, bukan berada pada biaya penyelenggaraan pendidikan yang rendah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar